Lelaki Pendek Berisiko Lebih Cepat Mengalami
Kebotakan
Begitu menginjak usia 50-an,
akan ada banyak populasi lelaki di bumi ini yang memiliki kepala botak berkat
kondisi genetik yang dinamakan androgenic alopecia. Memang tidak semua lelaki
akan otomatis mengalami kebotakan, tapi ternyata lelaki yang bertubuh pendek
bisa lebih cepat botak di usia muda daripada lelaki bertubuh tinggi. Waduh! Apa
alasannya?
Tinggi pendeknya seseorang sedikit
banyak dipengaruhi oleh genetik turunan orangtua. Di sisi lain, tim peneliti
dari Univesity of Bonn menemukan bahwa kode genetik yang menyebabkan lelaki
bertubuh pendek juga meningkatkan risiko mereka mengalami kebotakan di usia
muda.
Seperti dilansir hellosehat.com, para
periset berteori ini mungkin, karena semua faktor tersebut juga dipengaruhi
oleh kadar testosteron, hormon seks lelaki. Kadar testosteron tinggi mendorong
anak laki-laki mengalami pubertas dini.
Anak laki-laki yang mengalami pubertas
dini juga seringnya mengalami penutupan lempeng pertumbuhan (growth plate). Ini
yang menyebabkan mereka pada akhirnya memiliki perawakan tubuh pendek, karena
tulang mereka berhenti tumbuh memanjang.
Selain itu, testosteron juga merupakan
alasan utama di balik kebotakan lelaki, yang kemudian beredar di aliran darah
dan mengikat diri pada reseptor di folikel rambut. Telah lama diketahui bahwa
lelaki yang memiliki kadar testosteron tinggi lebih berisiko mengalami
kebotakan.
“Hormon ini bisa bertindak sangat
lambat, hingga bertahun-tahun, jadi (tanda-tanda kebotakan) bisa muncul 20
tahun setelah Anda lewat masa puber,” ungkap ketua peneliti Dr. Stefanie
Heilmann-Heimbach, dilansir dari Elite Daily.
Satu-satunya obat yang dapat menjamin
terhindar dari kebotakan pada lelaki adalah dengan kebiri, yang bisa
menghentikan produksi testosteron. Namun demikian, Heilmann-Heimbach memastikan
bahwa kebotakan bukanlah takdir yang tak bisa dielakkan bagi lelaki bertubuh
pendek, sehingga Anda tidak perlu repot-repot mendaftarkan diri ke klinik
kesuburan untuk dikebiri.
Sampai sejauh ini, peneliti hanya
mengetahui kaitan antara perawakan tubuh pendek dan risiko kepala botak. Belum
lagi risikonya yang tergolong kecil. Periset juga belum mengetahui proses
sebab-akibat yang sebenarnya dari dua faktor tersebut. (Suara.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar